dua jam lalu ku terduduk disitu
merenungkan, apakah ku selama ini terbutakan
sendiri memangkas keberanian
yang sedari awal memang tak ada
walau bagai dalam cadar
ingatan akan dirimu
membuat ku menulis ini dalam getar
dan tak mudah ku mencari kata
ku tak ingin terjebak kompleksitas metafora
yang akhirnya tak bermakna
dan dalam terduduk
serasa ku berada di ruang luas
memandangmu yang bagai kabut
bergaris putih lembut
meliuk liuk seirama angin
menyisir lereng
membawa sejuk
...
kadang kuingin kau tidak tersenyum padaku
karena senyummu membawa
langgam dan lagu berirama di kepala
hingga kadang walau ku dalam panas mentari
kau menjadi hujan
hilangkan segala
kecuali segar hawa tanah tumbuhan terpercik air
ingin kuketuk gerbang awan di langit
dan bertanya
ah.. anugerah apa lagi ini ya Tuhanku?
apakah ini episode
atau satu babak akhir dalam skenarioMu?
ku bersyukur
walaupun jika sedianya
rasa ini ada hanya untuk ada
/a
ini maksudnya apa ya?... duh masa lalu... dahulu puyeng kepala kemudian menulis ini, dan sekarang pun membacanya malah jadi pusing kepala....
kata-kata itu manifestasi njlimetnya kata hati, apa justru sudah menjadi representasi mahluk bernama njlimet itu sendiri?
semoga njlimet sampai disini saja.. tidak berpindah ke kepala anda
kalau sampai iya, dosa lah saya
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment